Jakarta, monitorjabar.com – Sengketa pemilihan wakil bupati Bekasi di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta masih terus berlanjut. Dalam sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi, penggugat dari kubu Tuti Nurcholifah Yasin menghadirkan dua saksi.
Saksi pertama merupakan pengurus Partai Golkar Kabupaten Bekasi, Guntur. Sedangkan saksi kedua adalah eks Wakil Bupati Bekasi, Rohim Mintareja yang juga mantan Ketua Partai Nasdem Kabupaten Bekasi. Keduanya merupakan saksi kunci dalam gugatan tersebut.
Majelis Hakim PTUN yang dipimpin Majelis Hakim Mirna meminta keterangan kedua saksi terkait administrasi jalannya Pilwabup Bekasi yang digelar DPRD Kabupaten Bekasi. Keduanya bersaksi untuk membongkar fakta proses Pilwabup yang diduga cacat prosedural.
Dalam sidang tersebut, Rohim menegaskan, proses Pilwabup Bekasi sudah cacat secara administrasi maupun tidak mengikuti aturan yang berlaku.
”Sejak awal memang sudah cacat, tapi anehnya kenapa masih diteruskan Panlih DPRD,” ucap Rohim saat dihubungi Kantor Berita RMOLJabar, Rabu (9/3).
Untuk membuktikan ucapan Rohim, majelis hakim meminta menunjukkan sejumlah berkas yang menyebutkan Pilwabup Bekasi memang bermasalah sejak awal. Keterangan Rohim dan Guntur pun menjadi pertimbangan.
Awal sengketa jabatan wakil bupati Bekasi bermula saat bupati pejabat sementara meninggal dunia. Namun saat itu, partai koalisi yang terdiri dari Golkar, PAN, Nasdem dan Hanura belum menemukan titik temu terkait calon yang akan diusung.
Kuasa Hukum Penggugat, Bonar menyebutkan sidang hari ini adalah keterangan saksi yang mengetahui secara jelas mekanisme pemilihan tersebut inkontitusional.
”Nah ada dua saksi fakta yang memang mengetahui paling tidak mekanisme pemilihan Wabup yang sudah dilaksanakan,” kata Bonar.
Selain itu, kata dia, mereka adalah orang yang memang diberikan SK partai politik untuk kemudian menjabat sebagai tim seleksi. Menurut keterangan Rohim, kata Bonar, tidak pernah ada dokumen yang diberikan tim seleksi.
“Seharusnya kan ada namanya dalam setiap pemilihan. Itu yang ada hanyalah fotocopy KTP dan fotocopy ijazah, sehingga timbul pertanyaan apakah cukup hanya berdasarkan fotocopy atau dikatakan bahan yang prematur dijadikan untuk jadi calon Wabup,” katanya.
“Saksi mengatakan tidak cukup bukti, saksi ini kan pernah menjadi wakil bupati, lemah juga jadi legislatifnya nah beliau dari Nasdem tidak pernah ada kesepakatan untuk nama tersebut. Kami menilai ini ada pelanggaran prosedur nah itulah yang menjadi salah satu dalil gugatan,” kata dia.
”Kan dimana ada dokumen nya. Nah Minggu depan kami akan mengajukan ahli untuk menguji apakah sudah dilaksanakan prosedur dalam pemilihan Wabup Bekasi,” jelasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Tergugat, Arkan Cikwan menegaskan, sidang hari ini dari saksi fakta penggugat yang menjelaskan pada prinsipnya menurut mereka tidak pernah menyerahkan berkas.
”Tetapi fakta mengatakan bahwa mereka melakukan pendaftaran,” ungkapnya.
Diketahui, proses persidangan berawal dari pendaftaran gugatan kliennya terhadap Mendagri ke PTUN Jakarta pada Selasa, 30 November 2021 yang teregister pada nomor 267/G/2021/PTUN.JKT dengan empat poin diktum gugatan.
Pertama majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Kedua, penggugat meminta pengadilan membatalkan SK Mendagri nomor 132.32-4881 tahun 2021 tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Bekasi tertanggal 19 Oktober 2021.
Kemudian penggugat memerintahkan tergugat untuk mencabut SK Pengangkatan Wakil Bupati Bekasi yang dimaksud dan terakhir menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul.
Pendaftaran gugatan ini menjadi babak baru polemik berkelanjutan pengangkatan Wakil Bupati Bekasi sejak pemilihan yang dilakukan DPRD Kabupaten Bekasi itu dinilai tidak sesuai aturan. Pengusulan nama Akhmad Marjuki dianggap cacat prosedur bahkan Mendagri Tito Karnavian pun mengamini-nya.
Belakangan ada inkonsistensi yang ditunjukkan Mendagri beserta jajarannya. Kemendagri yang semula menyebut pemilihan wabup tidak sesuai aturan kini justru berbalik sikap dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengangkatan Wakil Bupati Bekasi tertanggal 19 Oktober 2021.
Dilansir dari laman SIPPPTUN-Jakarta.go.id Akhmad Marjuki diketahui pernah mengajukan permohonan fiktif positif ke PTUN Jakarta dengan nomor perkara 13/P/FP/2020/PTUN.JKT.
Petitum atau maksud pengajuan yang dimohon Marjuki kala itu agar Mendagri selaku termohon agar Kemendagri bersedia menetapkan keputusan pengangkatan pemohon sebagai Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022 sebagaimana hasil pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi pada 18 Maret 2020.
Namun dalam gugatannya kala itu, PTUN Jakarta dalam amar putusan yang dikeluarkan pada 6 Oktober 2020 menyatakan permohonan yang diajukan Marjuki tidak dapat diterima dengan sumber hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan serta menghukum pemohon (Marjuki) membayar perkara sebesar Rp371.000.